Ini kisah Andri Wardana, salah seorang
mahasiswa kami di program studi Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Syiah
Kuala, yang memperoleh beasiswa Global Korea Scholarship (GKS) untuk mengikuti
program student exchange di bulan September hingga Desember 2015.
“Saya mendapat informasi tentang GKS
dari website GKS dan studyinkorea.go.kr.
Pendaftaran untuk mengikuti program student exchange ini dibuka pada bulan Mei
dan bagi yang terpilih untuk mengikuti program tersebut akan diumumkan pada
akhir Juni. Alhamdulillah saya lulus seleksi.
Jadilah saya yang saat itu memasuki
semester 9, dan tidak mengambil cuti kuliah, memulai petualangan di Korea. Saya
dijadwalkan akan tiba di bandara Incheon, Seoul, pada 26 Agustus pagi, dan akan
ada pihak universitas yang bertugas menjemputnya. Namun di luar rencana, pada
pagi tersebut, saya masih di Jakarta untuk urusan visanya yang belum kelar.
Akhirnya saya baru bisa mendarat di bandara Incheon pada keesokan paginya.
Walhasil, tidak ada seorangpun yang menjemput.
Syukurnya, saya sudah mengantisipasi
kejadian tersebut dengan menonton tutorial di youtube seminggu sebelumnya,
tentang cara menuju Dongguk University dari bandara Incheon. Tidak lupa
tanya-tanya sedikit di Information Centre bandara, saya pun lalu naik subway
yang memang salah satu tempat pemberhentiannya adalah di Dongguk University.
Pukul 12 waktu setempat, saya tiba di
Universitas tujuan. Namun, saya kebingungan mencari office yang dituju, karena luasnya bangunan, dan semuanya
menggunakan tulisan Korea. Akhirnya saya memberanikan diri bertanya pada salah
seorang mahasiswa yang kebetulan lewat. Tapi… si mahasiswa tak bisa berbahasa
Inggris. Maka saya pun menunjukkan kertas yang berisi peta dan nomor ruangan
yang dituju. Si mahasiswa yang baik hati segera mengantar saya hingga sampai ke
depan pintu Office of International
Affair (OIA).
Di office tersebut, saya bertemu dengan coordinator GKS, Mr. Jae Hoon Jung, yang menjelaskan segala sesuatunya. Yang membuat saya
terkejut, ternyata living allowance
baru akan diberikan pada akhir bulan September, yang berarti selama lebih
sebulan ke depan, saya harus pakai uang sendiri dulu, sebelum dana untuk bulan
tersebut dicairkan. Terang saja saya jadi bingung, karena uang yang tersisa
hanya 25.000
Won, yang hanya cukup
untuk bertahan hidup 2-3 hari. Akhirnya saya memutuskan menghubungi orang tua di Batu Bara, Sumatera Utara. Syukurlah orang tua saya segera
mengirimkan dana yang saya butuhkan. Walaupun begitu, saya harus pandai-pandai
berhemat.
Hari-hari pertama hidup di asrama kampus, saya hanya mengkonsumsi nasi instan dan kentang goreng. Selain untuk menghemat, saya tidak berani makan makanan di kantin kampus yang tidak jelas status halalnya.
Tantangan lain yang saya hadapi adalah
dalam hal berkomunikasi. Saya belum bisa berkomunikasi dengan baik dalam bahasa
Korea karena belum
pernah belajar sebelumnya. Pelatihan
bahasa Korea selama di Dongguk juga
sangat singkat dan diadakan mulai minggu kedua ketika saya kuliah di Dongguk
University. Namun, untuk membaca dan menulis Hangeul (abjad Korea) saya bisa,
dan untuk sekadar menyapa orang, memperkenalkan diri, dan menanyakan harga di
pasar saya juga bisa.
Sebelum saya memulai kuliah di Dongguk
University, koordinator program mengirimkan saya daftar mata kuliah yang
diajarkan dalam bahasa Inggris untuk saya pilih berdasarkan minat dan
keperluan. Pada awalnya saya memilih dua mata kuliah inti, yakni English on
Media (3 sks) dan Academic Writing (3 sks). Namun koordinator program meminta
saya untuk membatalkan Academic writing karena kelasnya sudah penuh. Selain itu
saya juga mengambil Korean language course (3 sks).
Di Dongguk University, bahasa pengantar yang umum digunakan dalam kegiatan belajar mengajar adalah bahasa Korea. Sebenarnya, ada beberapa mata kuliah yang diajarkan dengan menggunakan bahasa Inggris. Tetapi di kelas, profesor yang mengajar menggunakan sekitar 95% bahasa Korea ketika mengajar, hanya 5% beliau menggunakan bahasa Inggris. Beruntungnya, semua materi pembelajaran disajikan dalam bahasa Inggris.
Di Dongguk University, bahasa pengantar yang umum digunakan dalam kegiatan belajar mengajar adalah bahasa Korea. Sebenarnya, ada beberapa mata kuliah yang diajarkan dengan menggunakan bahasa Inggris. Tetapi di kelas, profesor yang mengajar menggunakan sekitar 95% bahasa Korea ketika mengajar, hanya 5% beliau menggunakan bahasa Inggris. Beruntungnya, semua materi pembelajaran disajikan dalam bahasa Inggris.
Ada beberapa perbedaan dalam hal sistem
pembelajaran di Dongguk dan di kampus Unsyiah tempat saya kuliah, namun yang
paling kelihatan beda itu pada metode pengajarannya. Di kampus kami, para dosen
mencoba untuk menerapkan metode pengajaran yang variatif dengan menuntut siswa
untuk aktif selama proses pembelajaran berlangsung. Di Korea, di kelas yang
saya ikuti, profesor saya mengajar dengan metode konvensional (lecturing), dimana beliau hanya
memberikan kuliah dari awal hingga akhir. Lalu, pada beberapa kesempatan beliau
memberikan waktu bagi mahasiswanya untuk bertanya. Sangat jarang kami diberi
tugas untuk diskusi kelompok atau presentasi di depan kelas.
Pada program GKS ini, saya dikenalkan dengan seorang buddy yang juga seorang mahasiswa
English Language and Literature di Dongguk University, namanya Jung Moon. Dia
membantu saya untuk menyiapkan segala administrasi kampus, pendaftaran Alien
Card (kartu identitas bagi warga
asing di Korea), dan keperluan-keperluan lain selama saya tinggal dan kuliah di
Dongguk University.
Teman-teman saya di kelas juga sangat
ramah. Mereka sangat membantu dan koperatif. Terlebih lagi profesor saya, Huik
Yong Pang. Beliau sangat kind-hearted
dan ramah. Setelah kelas selesai, beliau biasanya
memberikan waktu kepada saya untuk konsul dan menjelaskan kembali materi yang
diajarkan. Bahkan beberapa kali beliau mentraktir saya dan beberapa teman
lainnya untuk minum kopi dan makan siang bersama. Inilah yang membuat saya dan
mahasiswa yang lain nyaman ketika belajar di kelas beliau.
Pada 18-19 September, program GKS menyelenggarakan Global
Friendship Tour 2015 yang disponsori oleh Hyundai Motors. Even rekreasi ini
diikuti oleh ratusan mahasiswa internasional dari beberapa kampus lainnya.
Kami, rombongan mahasiswa Dongguk, pergi dengan dua unit bus. Pertama, kami
berkunjung ke pabrik mobil KIA di Hwaseong dimana kami melihat langsung proses
perakitan mobil buatan Korea ini dari awal hinggal akhir. Kemudian kami
mengunjungi Gwangju Institute of Science and
Technology di Provinsi Gwangju, pasar malam Daein
Art, dan bermalam di
Hwasun Kumho Resort. Esok harinya, kami melanjutkan perjalanan mengunjungi
Damyang, sebuah perkampungan dimana kami belajar membuat manisan tradisional
Korea. Sebelum kembali ke Dongguk, kami juga menikmati pemandangan alam yang
indah di Damyang Metasequoia Road.
Masih banyak
even-even lain yang diselenggarakan oleh program GKS, seperti international dinner, kuliah umum,
berkunjung ke museum, kerajaan dan beberapa situs bersejarah lainnya. Selain
itu, menjelang musim dingin, saya dan teman-teman lainnya juga mengikuti
kegiatan voluntir yakni Kimjang, pembuatan
kimchi, yang kemudian hasilnya didistribusikan kepada para kaum tua di distrik
Singil, kota Seoul.
Belajar di sebuah negara yang memiliki
iklim dan budaya yang sangat berbeda dengan Indonesia memberi saya begitu
banyak ilmu dan pengalaman baru yang mengembangkan wawasan serta mengasah
kemandirian saya. Itu semua tidak terlepas dari interaksi aktif saya selama
program berlangsung. Tidak hanya menjalankan kegiatan-kegiatan program, saya
juga membangun koneksi dengan teman-teman di Persatuan Pelajar Indonesia di
Korea (PERPIKA) dan ASEAN Youth Network in Korea (AYNK).
Tidak terasa,
Summer, Autumn hingga Winter saya lalui. Akhirnya, tibalah saatnya untuk saya
kembali ke Aceh pada 22 Desember 2015. Tentu saja persahabatan dan kekeluargaan
yang telah saya bangun dengan orang-orang luar biasa yang saya jumpai di Korea
membuat saya enggan untuk berpisah. Ditambah lagi dengan kenyamanan belajar dan
tinggal di kota Seoul membuat saya berat untuk meninggalkan negeri ini. Namun,
saya harus pulang untuk melanjutkan perjuangan saya di Aceh.”
No comments:
Post a Comment