Monday, 29 August 2016

Cara Menulis Email untuk Potential Supervisor


Udah dapat kan supervisor yang kira-kira sesuai dengan bidang penelitian kamu?, kalau udah, sekarang saatnya nulis email untuk dia, Bismillah…

Idealnya, email pertama bukan langsung to the point minta dia jadi supervisor kita, tapi awali dengan perkenalan diri secara singkat, trus ngomongin tentang salah satu publikasinya dia. Bilangin misalnya kamu tertarik dengan apa yang dia tulis dan ingin tau lebih lanjut tentang penelitian dia. Kalau dia ngebalas email kamu, baru di email kedua kamu bilang bahwa kamu sedang menyusun proposal riset tentang bidang yang didiskusikan. Trus baru nodong dia untuk mau jadi supervisor kamu, yang pasti dengan cara yang sopan ya… Selanjutnya tentang trik ini bisa kamu baca di link berikut: https://madeandi.com/2010/06/17/tips-beasiswa-menghubungi-calon-pembimbing/

Saya sendiri waktu awal-awal nyari supervisor berusaha menerapkan tips di atas, tapi kok jadi repot ya, hehehe…, masalahnya, saya harus buat satu proposal untuk target satu supervisor. Saya persiapkan proposal jauh-jauh hari, khawatir kalau si supervisor tertarik untuk melihat proposal saya, proposalnya masih di awang-awang, alias baru ada draftnya dalam alam pikiran doang. Eh…giliran saya email, yang balas mesin Automatic Reply, bilangin kalo dia lagi ‘on leave’ dan akan balik beberapa bulan ke depan, alamak…

Kemudian ada yang menyarankan, agar saya menulis proposal sesuai dengan tulisan-tulisan saya yang sudah dipublikasi, biar nampak bahwa saya membidangi hal yang ingin saya teliti. Saya pun mulai menulis proposal lain, dengan judul yang menurut saya bisa masuk ke jurusan TESOL (Teaching English to Speakers of Other Languages) atau Applied Linguistics. Harapan saya, akan ada banyak potential supervisor yang bisa saya hubungi. Namun kenyataannya tidak demikian saudara-saudara… Banyak yang membalas,“Sorry to disappoint you, but your research topic does not fall within my expertise”. Oh God… Selama empat bulan gitu terus jawaban yang saya dapat, selain penolakan karena mahasiswanya sudah mencapai kuota maksimal. Ada juga yang menolak karena udah pensiun, haduh... cape deh…Itu semua sebenarnya karena saya tidak menerapkan trik ketiga yang saya bicarakan di edisi ‘Finding A Supervisor’. Jadi kamu pake deh trik ketiga itu ya, semoga beneran dapat potential supervisor yang cocok dengan bidang penelitian kamu.

Terus terang karena kurang sabar, soalnya udah berbulan-bulan belum dapat supervisor, saya jadi malas membaca publikasi the potential supervisor, karena jadi makin lama, apalagi kalau diikuti dengan mengirim email pertama, kedua dan mungkin di email ketiga baru mengirimkan proposal. Jadi lama…yakan? Walaupun kembali lagi, idealnya gitu, bukan langsung nodong minta jadi supervisor. Jadi yang saya lakukan adalah menulis email yang sopan, agak singkat,-200an kata (sampai saat ini saya sedang nulis 420 kata)-dan langsung melampirkan proposal saya. Tapi karena tidak pake trik ketiga di judul sebelumnya, hampir empat bulan baru nemu supervisor yang tepat, Alhamdulillah, akhirnya… Kalau kamu mau dapat tips nulis email yang baik untuk potential supervisor, berikut ini ada tips yang ditulis oleh seorang supervisor penelitian yang menerima tiga sampai empat email per minggunyadari calon mahasiswa di seantero dunia. Berikut linknya: https://conservationbytes.com/2015/04/01/how-to-contact-a-potential-phd-supervisor/

Jadi gimana ni? Udah tau kan apa yang mau ditulis dan bagaimana nulis emailnya? Atau masih perlu contoh? Dosen saya waktu s2 dulu sempat ngomong, kalau mahasiswa Indonesia selalu minta contoh tugas, kebetulan saat itu memang ada yang minta contoh, hehehe… biar lebih terarah gitu… ya udah, ini contoh punya saya, ga bagus-bagus amat, yang penting sopan dan diterima.

dian fajrina <dian_fajrina270179@yahoo.co.id>                                                      Agt 2 pada 11:16 AM


Dear Dr. Shokouhi, 

I hope this finds you well. I am Dian from Banda Aceh, Indonesia. I am one of the lecturers at the Study Program of English Education, Syiah Kuala University, Banda Aceh, since 2005. I took my Master's Degree in Education at Flinders University, South Australia, in which I graduated in 2009.

I would like to pursue a doctoral degree in English Education and considering Deakin University as my intend university. I already have written a proposal focusing on Strategies applied by scholarship recipients while writing email to their potential supervisor. I am interested to conduct a research in the topic because I found many of those who got a scholarship from Indonesian government need to find their supervisor themselves. So they start to write an email to their potential supervisor. In writing the email, not only the strategy in communication they use that I want to study, but also the cultural aspects influence the way they write the email. The email that I mean is the one as I am writing to you now. 

I already have a scholarship from the Indonesia government to study in an overseas university and my IELTS score is 7. It is therefore, I really expected that you would like to be my supervisor.
Thank you very much for your kind attention, Doctor, and I look forward to hearing from you at your earliest convenience.
Kind Regards,
Dian

Dan ini jawaban yang ditunggu-tunggu…

Hossein Shokouhi <h.shokouhi@deakin.edu.au>                                            Agt 2 pada 11:33 AM

Dear Dian
Thanks for showing interest at Deakin and my supervision!
I have looked at your proposal and I like the topic, as I have written a paper in email communication too. Your IELTS score is promising as well.
I am happy to supervise you. You need to apply online through Deakin Online and mention my name as your supervisor. Then the university will get in touch with me.

Regards
Hossein

Segitu dulu ya, semoga cepat dapat jawaban yang ditunggu-tunggu, tapi harus sabar, ok?

Sunday, 21 August 2016

Finding A Supervisor



Lulus beasiswa? Alhamdulillah… gimana…gitu rasanya…. Tapi jangan terlalu berbahagia dulu, masih banyak pe-er yang harus kamu selesaikan supaya bisa kuliah di luar negri. Salah satu pe-er yang perlu kamu lakukan adalah mencari LoA (Letter of Acceptance) atau surat penerimaan dari universitas tujuan. Bagi yang mengambil Master, mungkin tantangannya tidak terlalu berat, asalkan punya IPK dan score TOEFL atau IELTS yang memenuhi persyaratan, Insya Allah bakalan diterima di kampus idaman. Berbeda halnya dengan kuliah Doktoral, atau Master by Research, dimana salah satu syarat aplikasinya adalah telah memiliki supervisor. Nah, di edisi ini kita akan bahas tips Finding Supervisor (bukan Dory atau Nemo ya…).

Diantara hal yang perlu kamu ingat dalam mencari calon pembimbing riset atau supervisor, yaitu: “kita yang butuh dia”. Jadi jangan terlalu banyak kriteria lah, sama halnya seperti orang mau nikah, kalau terlalu banyak kriteria, bisa lama….banget nikahnya, hehe... Misalnya membatasi harus kampus yang masuk dalam daftar 21 universitas terbaik dalam daftar universitas tujuan LPDP, karena kalau kamu bisa lolos di salah satu universitas ii, kamu bakalan dapat kucuran dan atmabahan sebesar $5000, tweng weng weng..., lumayan banget kan?? Atau kampus yang dituju hanya yang punya klub bola terkenal, umumnya terdapat di Inggris. Kriteria lainnya, sang supervisor haruslah bule, ngapain jauh-jauh kuliah ke Australia kalau supervisornya bermata sipit, toh di pasar Aceh juga banyak, gitu mungkin yang terpikir oleh kita, hehe… jadi, tips pertama, jangan terlalu banyak kriteria, karena kita yang melamar dia, bukan sebaliknya, ok??!!

Tips kedua, kamu mau melakukan riset selama 2-4 tahun kan? Nah, awali dengan riset kecil-kecilan tentang calon supervisor. Cari tau research interest dia apa, pelajari publikasinya, lihat juga judul-judul thesis atau disertasi mahasiswa bimbingannya. Semua info ini bisa kamu dapatkan di web kampus. Trus, kira-kira, research proposal kamu nyambung nggak dengan preference nya dia? Pengalaman saya, juga pengalaman teman-teman  yang lain, yang kebetulan satu grup di telegram LPDP, atau pengalaman orang yang saya baca di internet, dalam mencari supervisor paling sering mendapat email balasan bahwa topik proposal yang kita ajukan “does not fall within my expertise”. 

Jadi, daripada gambling kirim email berpuluh-puluh dengan harapan ada yang menerima kita jadi mahasiswa bimbingannya, lebih baik sediakan waktu untuk melakukan tips di atas, insya Allah lebih cepat dapat supervisor yang tepat.

Trus, kadang-kadang jadi pusing sendiri ya, dimananya di web kampus mau dicari informasi tentang para supervisor? Karena web tiap kampus itu gak persis sama letak informasi yang ingin didapatkan. Ini tips selanjutnya, supaya cepat, ketik bidang spesialisasi atau jurusan kita, diikuti dengan nama kampus dan akhiri dengan key word proposal kita.  Misalnya, ‘supervisor in Applied Linguistics at UoW Communication Strategies’, Insya Allah langsung dapat deh.

Kalau sudah dapat Pak atau Bu supervisor, edisi selanjutnya kita bahas bagaimana cara nulis email yang sopan dan to the point, ok?


IELTS Speaking Test



Di bahasan yang lalu, kita sudah membicarakan tentang menghadapi wawancara untuk beasiswa dalam dan luar negri. Kali ini, ada satu lagi model wawancara yang mau saya bahas, tapi yang ini sebenarnya bukan wawancara, tapi berupa speaking tes dalam IELTS test. Kamu tau IELTS (International English Language Testing System) kan? Bagi yang mau kuliah di Inggris dan sekutunya, seperti Australia, Selandia Baru dan lainnya, kamu wajib mengikuti tes ini. Berbeda dengan TOEFL, tes ini ada tes speakingnya. Pertanyaan yang diajukan ada empat level. Level pertama tentang diri dan kegiatan kita. Di tahap 1 usahakan satu menit aja perkenalan diri dari kamu untuk menjawab pertanyaan pertama, karena kalau terlalu lama jadi kurang bagus juga.

Di level kedua, kamu akan diberikan sebuah topik berikut pertanyaannya, juga selembar kertas dan pulpen untuk menulis draft kira-kira apa yang akan kamu jawab, dan waktu satu menit untuk memikirkan dan menuliskan jawaban. Untuk menjawab soal di level dua ini, kamu diberi waktu dua menit untuk berbicara tanpa disela.  Contoh topik pertanyaan yang saya dapat akhir Mei lalu adalah: koran atau majalah apa yang pernah saya baca. Pertanyaan yang mengikutinya: Dimana saya baca koran/majalah tersebut dan isi koran atau majalahnya tentang apa.

Setelah waktu dua menit berakhir, kamu memasuki tahap ketiga. Di tahap ini, si interviewer akan ngajak kamu diskusi tentang hal yang masih berkaitan dengan topik di level dua tadi. Contoh yang saya dapat misalnya: “Menurut kamu, mana yang lebih “memorable”, berita yang ditonton, atau yang dibaca?” Dan diskusi akan berlanjut antara kamu dan si interviewer. Kalau menurut saya, di sini tidak ada jawaban benar atau salah, kamu boleh pilih salah satu, tapi sertakan argumen kenapa kamu milih salah satu antara dua pilihan. Lebih bagus kalau argumen kamu bukan opini, tapi menunjukkan kamu punya referensi dari bacaan, ga perlu sampai menyebutkan detil referensi sih... 

Pada waktu itu saya milih yang ditonton lebih memorable, alasannya karena menggunakan dua indra, melihat dan mendengar, tapi si interviewer seperti tidak puas, mungkin jawaban saya salah menurut penelitian ya? Hehehe…trus saya tambahkan, kalau membaca juga bisa memorable seandainya si pembaca sebelum membaca punya WH-questions (who, where, why, what, when dan how) dalam pikirannya. Disini sepertinya agak nampak kalau saya punya ilmu tentang jadi pembaca yang baik, hehehe..karena setelah itu si reviewer tampak puas dan beralih ke pertanyaan lain, yaitu memasuki tahap keempat.

Di tahap keempat ini pertanyaan yang diajukan semakin sulit, yang mengajak kamu berpikir lebih lanjut dan memberikan argumen atas tiap jawaban yang kamu berikan. Tapi pengalaman saya, bisa dikatakan saya hampir tidak memasuki tahapan ini, karena waktu yang tersedia sudah habis, karena kelamaan di tahap 1 dan 3. Jadi mungkin ada bagusnya kamu ikut cara saya ini, memperpanjang perkenalan diri di tahap 1 dan memperpanjang diskusi di tahap 3 supaya gak banyak waktu untuk tahap terakhir yang pastinya tahap tersulit, hehe… Alhamdulillah saya dapat nilai 8 untuk tes speaking kali ini.

Kesimpulannya, menghadapi speaking tes, kamu nggak perlu khawatir, anggap aja sedang diajak ngomong Inggris sama teman. Apapun pertanyaannya, jangan jawab “No”, karena akan ada pertanyaan lanjutan yang jadi aneh kalau tetap ditanyakan padahal kamu sebelumnya udah jawab “No”. Contohnya, “Kamu suka dengar lagu?”, kalau kamu jawabnya No”, pertanyaan selanjutnya adalah “Siapa penyanyi idola kamu?”, jadi gak nyambung kan…

Tips Berburu Beasiswa Luar Negri Bag.2: Menghadapi Wawancara


Udah dapat jadwal wawancara? Alhamdulillah… selamat! Kamu sudah lolos tahap awal yang sangat penting untuk membangun kepercayaan diri, bahwa, “Aku bisa! Yes, yes!”.  Sekarang, mari bersiap menghadapi hari H.

Yang sangat penting kamu ingat, apa saja yang kamu tulis di form aplikasi harus kamu hafal dalam kepala. Karena memang itu biasanya yang ditanyakan. Makanya sekali lagi, ngisi form aplikasi diniatkan, biar mantap! jangan sekedar ngisi…

Wawancara beasiswa dari luar negri dan dari dalam negri biasanya beda atmosfirnya. Boleh juga kamu baca tulisan sebelum ini yang judulnya “Comparison-contrast Berburu Beasiswa Dalam dan Luar Negri”.

Kita mulai dengan beasiswa dalam negri dulu ya. Karena saya berdomisili di Aceh, pastinya ikutan beasiswa pemerintah Aceh lah… sebagai bentuk partisipasi rakyat meramaikan acara lamar-melamar beasiswa, hehehe.. Beasiswa ini namanya beasiswa LPSDMA (Lembaga Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Aceh). Kalau kamu berminat mendaftar beasiswa ini dan memiliki KTP Aceh, silakan buka link berikut: lpsdm.acehprov.go.id/. Pertanyaan yang ditanyakan dan cara bertanya bisa dikatakan lebih kurang sama dengan beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan). Untuk menghadapi wawancara kedua beasiswa ini, atau beasiswa dalam negri lainnya, contoh soal yang ditanyakan bisa kamu lihat di https://kikyedward.com/2016/05/14/wawancara-beasiswa-lpdp-dan-jawabannya-tips-tricks/.

Nah, sekarang, yang perlu kamu persiapkan benar-benar adalah mental menghadapi wawancara. Karena kadang ada pertanyaan yang memancing emosi kamu, untuk melihat bagaimana kamu mengendalikan emosi. Misalnya, ada teman cerita, kalau dia dikatakan tidak layak mendapatkan beasiswa tersebut, bagaimana reaksi kita? Ada juga model pertanyaan yang berbelit-belit, jadi pusing jawabnya. Ada lagi model pertanyaan yang menjebak, kamu bisa terperangkap. Contoh pertanyaannya, kalau kamu dikasih pekerjaan yang tidak dikasih honor, apa kamu akan mau melakukannya? Nah, kita kan kadang milih jawab iya, biar nampak kalau kita itu gentleman, atau gentlewoman, hehe... trus ditanya lagi, tapi kamu kan butuh biaya untuk hidup kamu? Nah lho…

Kalau beasiswa luar negri, biasanya pertanyaannya seputar apa yang telah kita tulis di form aplikasi. Tinggal pertahankan itu saja. Misalnya kenapa pilih kampus A. Apa kontribusi yang bisa diberikan untuk negri ini sepulang dari menimba ilmu di universitas A.  Bagi yang mau s3, pelajari betul-betul isi proposal, bisa jadi isi wawancara jadi seperti seminar proposal.

Ada satu lagi yang perlu diingat, wawancara untuk beasiswa dari dalam negri dengan universitas luar negri sebagai tujuan, biasanya bahasa yang digunakan mix antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Interviewernya pun orang Indo semua. Tapi kalau beasiswa dari luar negri, semisal AAS dan Fulbright, biasanya interviewernya mix orang Indo dan Bule dari negara sponsor. Waktu saya ikut wawancara AAS, dulu namanya ADS, interviewrnya satu orang Indo, satunya lagi bule Australia. Di awal wawancara sang Bapak interviewer asal Indonesia mengatakan saya boleh mix the language kalau merasa kesulitan berbahasa Inggris. Tapi kalau kamu mampu, usahakan full English ya, karena kemungkinan besar akan mempengaruhi penilaian. Kalau Fulbright, yang wawancara empat orang, dua indo dan dua bule, hmm…habislah..seperti dikeroyok, hehe..bercanda.

Bagi saya pribadi, menghadapi tes wawancara dengan orang Indonesia lebih butuh persiapan mental daripada dengan bule. Kalau kamu nervous karena mau wawancara dengan bule, yakinlah, insya Allah, mereka sangat friendly, jadi hilang nervousnya begitu wawancara dimulai. Malah wawancara dengan orang Indonesia yang kamu harus lebih mempersiapkan diri, karena memang mereka akan men-tes mental kamu, kamu cukup dewasa nggak menghadapi berbagai macam tipe manusia? Gitu... Ok lah, selamat mengikuti wawancara, jangan lupa berdoa supaya lancar wawancaranya…