Sementara
itu, satu-satunya teman yang mengetahui keadaan kami adalah Kak Uci, atau Cut
Afrianandra, dosen di Fakultas Ekonomi UNSYIAH, yang juga teman yang selalu
meng-update keadaan Sarah, karena
memang kami sudah berteman dari masih training di IALF Jakarta. Juga karena
Sarah dan anaknya, Rahil, hanya berjarak umur dua minggu saja, dan sama-sama
lahir di Jakarta. Jadi dari awal memang segala persoalan, sering kuceritakan
pada kak Uci yang sudah seperti kakak bagiku. Saat itu, aku berpesan pada kak
Uci agar jangan menceritakan kesulitan yang sedang kami hadapi. Alasannya, kami
sedang sibuk packing, dan kami
mungkin tidak bisa menerima tamu dengan selayaknya. Namun, hati kak Uci tidak
sanggup melihat keadaan kami, maka beliau pun curhat melalui email pada teman yang juga berasal dari Aceh, Bang
Ardi.
Bang
Ardi lalu mengambil kesimpulan, akan melakukan penggalangan dana usai jumatan
di kampus. Subhanallah, saat itu juga terkumpul lebih dari AUD 1000.
Teman-teman juga mulai berdatangan ke rumah kami, setelah sebelumnya minta izin
untuk datang melalui telepon. Alhamdulillah…semuanya ikut menyumbang, malah
ikut mengangkat furniture kami untuk disimpan sementara kami pulang ke Aceh di
rumah Dwi, teman yang tinggal di apartemen yang sama, dan juga sering ambil
mata kuliah yang sama denganku, karena Dwi juga dosen Bahasa Inggris di
Pontianak. Kak Uci merasa bersalah dengan kehadiran teman-teman ke rumah kami,
namun kami mengatakan bahwa langkah yang kak Uci ambil sudah tepat, kami
benar-benar merasa memiliki keluarga besar di negri orang.
Seminggu
setelah vonis “tak tertolong lagi” itu, kami pun terbang pulang ke Aceh
menumpangi Malaysian Airlines. Karena pesawat tiba di bandara KLIA malam hari,
sedangkan pesawat Air Asia yang ke Aceh baru ada keesokan harinya, maka malam
itu kami menginap semalam di rumah pakcik tempat kami menumpang saat pertama
kali membawa Sarah berobat di Kuala Lumpur.
Esoknya,
tiba di kampung halaman, kami sudah disambut oleh keluarga tercinta. Hari-hari di Aceh kami lalui dengan
memberikan Sarah obat dari Dokter di Adelaide. Selain itu, kami juga memberi
Sarah nasi diblender dan suplemen berupa cairan spirulina dan Klorofil. Saat
itu Sarah tak mampu mengunyah makanan lagi, karena kankernya seolah sudah masuk
ke mulut karena gigi-gigi Sarah sudah ada bagian yang agak terangkat. Sarah
juga tampak lemah. Dengan dana dari teman-teman, Sarah kami belikan trolley atau kereta dorong, jadi
kadang-kadang Sarah saya bawa jalan-jalan pagi di jalan sekitar rumah kami.
Begitupun sore hari, kami tidurkan Sarah di trolley
untuk didorong ke ruang tengah dan ruang tamu rumah kami. Jadi tidak di dalam
kamar saja.
Tepat
empat minggu di Aceh, pada Senin, 6 oktober 2008 tengah malam, Sarah
meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya… Kepergian Sarah kukabarkan pada
dokter Sarah di Adelaide dan ia mengucapkan terima kasih karena aku telah
menghubunginya.
Akhir
Januari 2009, kami kembali ke Adelaide. Karena kami tidak lagi punya rumah,
untuk sementara kami menumpang di rumah teman yang juga dari Aceh.
Alhamdulillah, baru empat hari di Adelaide, Dwi, teman yang satu apartemen
dengan kami menghubungi, katanya ada penyewa salah satu apartemen yang pindah.
Segera kuhubungi Leo, landlord kami
yang baik hati, mengatakan bahwa kami ingin kembali menempati apartemennya.
Alhamdulillah dia langsung setuju. Maka setelah seminggu kami menumpang di
rumah teman, kamipun kembali ke apartemen lama kami, namun kini tinggal di
pintu no.4, sebelumnya di pintu no.11.
Tidak
lama kemudian, aku kembali menjalani hari-hari sebagai mahasiswa. Di akhir
semester tiga, aku mulai pregnant
lagi, untuk anak ketiga kami. Saat itu rumah kami sudah bertambah satu anggota,
yaitu Faisal, mahasiswa jurusan Kelautan asal Aceh yang tinggal temporary di
rumah kami. Sekitar empat bulan Faisal tinggal bersama kami, membuat kami
merasa sudah seperti keluarga.
Akhirnya
pada awal Desember 2009, kami pun berangkat pulang ke Aceh. Aku memutuskan
tidak mengikuti wisuda yang dilaksanakan pada tanggal 16 Desember karena
kehamilanku yang sudah memasuki usia 34 minggu.
Sangat
banyak kenanganku di Adelaide, terutama kenangan akan arti persahabatan dan
rasa kekeluargaan… Jazakumullah khairan katsiiraa..Terima Kasih tak terhingga
kuucapkan pada keluargaku, terutama Mamak yang senantiasa bersama kami, Bapak
yang sangat concern dengan keadaan
kami, terutama keadaan finansial, Pakcik Ali dan sekeluarga yang telah rela
berkali-kali direpotkan dengan kehadiran kami di rumahnya, juga pada
teman-temanku, semoga persahabatan ini terus berlanjut walaupun hanya bertemu
di facebook…:D (part 8-end)