Wednesday, 11 January 2017

Kuliah S2: Diantara Perjuangan Merawat Bayi dan Anak yang Mengidap Retinoblastoma (Part 4)



Pagi hari, kami tiba di bandara internasional di Sydney, di sini kami harus turun untuk transit dan berganti pesawat. Ada satu kejadian yang masih kuingat ketika di bandara itu. Tiba-tiba saja datang seorang petugas yang menanyakan apakah aku bersedia untuk menjalani random check? Karena aku tidak merasa bersalah, tentu saja aku tidak keberatan, petugas pun menanyakan dengan cara yang  friendly. Lalu aku diminta masuk ke ruangan menyerupai lift bersama dua petugas, laki-laki dan perempuan, hanya di cek menggunakan alat pendeteksi sambil berbasa basi tentang tujuanku ke Australia. Proses random check hanya berlangsung sekitar satu menit dan setelah itu aku diizinkan keluar setelah mereka menyampaikan terima kasih atas kerjasamaku.

Tiba di Bandara Adelaide, kami sudah ditunggu oleh teman-teman senior dari Persatuan Pelajar Indonesia di Australia (PPIA). Kemudian dengan mengendarai minibus milik Flinders University, satu persatu dari kami diturunkan sebentar untuk menaruh koper-koper kami di apartemen-apartemen pelajar dari Indonesia yang akan kami tempati untuk sementara waktu. Tiap orang dari kami ditempatkan di apartemen yang berbeda. Setelah meletakkan koper di kamar yang telah disediakan untuk kami tempati dan berkenalan singkat dengan pemilik apartemen, kami langsung naik lagi ke mini bus yang membawa kami ke markas PPIA. Markas PPIA ini sebenarnya rumah yang disewa oleh pelajar Indonesia juga. Karena bentuknya rumah, bukan apartemen, jadi ruang yang tersedia lebih memungkinkan untuk mengadakan pertemuan. Letaknya juga strategis, berseberangan dengan terminal bus dan Marion Mall yang luas dan lengkap. 

Siang itu kami dijamu dengan kuah soto, kebersamaan begitu terasa. Setelah makan siang, kami diberi selembar kertas yg berisi alamat-alamat pusat perbelanjaan, juga tempat-tempat yang menjual daging halal. Kami juga dijelaskan cara naik bus, yang menggunakan system tiket, dan akan dapat potongan harga kalau kami membeli tiket pakai kartu mahasiswa kalau sudah punya nantinya.Naik bus di Adelaide juga sangat menyenangkan, karena sudah ada jadwalnya, yang bisa diperoleh di tempat-tempat umum seperti supermarket, kampus, rumah sakit, dan lainnya. Penjelasan penting lainnya yang disampaikan juga tentang kartu telpon. 

Sore itu, setelah selesai temu ramah, kami diantar ke Marion mall untuk membeli perlengkapan yang sangat kami butuhkan, semacam quilt (selimut khusus untuk musim dingin), converter, kartu telpon, dan lainnya. Aku sangat beruntung, karena sore itu juga aku langsung bisa menghubungi keluarga di Aceh, mengabari keadaanku yang sudah tiba dengan selamat, Alhamdulillah… (waktu itu belum pake hp yang online ke internet, jadi ga ada WA, Line, Tele atau akses ke facebook).

Keesokan hari, dengan teman-teman baru yang tinggal di apartemen yang sama, tapi beda pintu, kami menuju kampus untuk pertama kalinya. Tujuan kami untuk berkenalan dengan kampus, juga membuka buku rekening di bank yang ada di kampus. Setelah memiliki rekening, esoknya pihak sponsor langsung mentransfer dana ketibaan sebesar $5000, jumlah yang sangat besar… Namun uang tersebut tentunya tidak boleh digunakan sembarangan, sebagian kugunakan untuk menyewa rumah, sekaligus membayar bond rumah yang jumlahnya setara dengan nilai sewa untuk empat minggu. Bond ini akan dipulangkan lagi dalam keadaan utuh di akhir masa sewa bila si penyewa tidak dengan sengaja merusak rumah, semisal menempel stiker yang berakibat cat mengelupas, atau mengetuk paku di dinding, dan semisalnya. Aku juga membeli beberapa furniture yang dibutuhkan, pastinya yang second hand. Barang-barang second hand umumnya masih layak pakai dan dijual dengan harga yang sangat murah. 

Suamiku dan Sarah baru tiba di Adelaide tiga bulan kemudian, tepatnya pertengahan September, sehari sebelum Ramadhan tiba. Senang rasanya bisa berkumpul lagi dengan keluarga kecilku. Hari-hari dalam bulan puasa tidak terlalu sulit bagi kami, karena udara yang tidak panas, dan durasi berpuasanya pun lebih singkat, kurang lebih 12 jam. Selama di Adelaide, Sarah tetap mengkonsumsi obat homeopathy yang ikut dibawa dari Kuala Lumpur. Karena obat yang dibawa hanya untuk konsumsi dua bulan, maka di pertengahan Nopember, obat pun habis. Sebelumnya suamiku sudah menghubungi Pakcik yang di Kuala Lumpur, minta tolong dibelikan dan dikirim ke Adelaide. Namun obat yang kami tunggu terlambat tiba, yang ternyata dikarenakan harus dikarantina dulu di bandara.

No comments:

Post a Comment