Thursday, 12 January 2017

Kuliah S2: Diantara Perjuangan Merawat Bayi dan Anak yang Mengidap Retinoblastoma (Part 5)



Sementara menunggu obat tiba, Sarah tampak seperti mulai meriang, tapi tidak rewel, mata sebelah kanannya dari hari ke sehari membengkak. Awalnya kami membawanya ke dokter umum, karena berharap Sarah hanya demam biasa. 

Hari Kamis minggu itu, Mamakku datang dari Banda Aceh, karena akan menungguiku melahirkan anak kedua kami, di liburan musim panas.  Siang itu, setelah berembuk dengan Mamak, kami membawa Sarah ke Flinders Hospital. Tiba di sana, kuceritakan sakit yang diderita Sarah, lalu untuk memastikan, mereka membalut Sarah dengan kain putih besar dan mengikatnya, karena Sarah pastinya meronta, walaupun kami yang di sisinya berusaha menenangkan. Setelah diteliti, dokter yang memeriksa merujuk kami untuk membawa Sarah berobat di Women and Children Hospital (WCH) yang terletak di pusat kota Adelaide dan berjarak sekitar 30 menit dari rumah kami. 

Sore itu, tiba di WCH, kuberi penjelasan yang sama seperti yang kuberikan di Flinders hospital, dan kembali Sarah dibalut dengan kain putih. Tak tega rasanya, tapi memang harus begitu prosedurnya… Lalu dokter meminta kami untuk menginap di RS malam itu juga, supaya besoknya mata Sarah bisa discan. Mendengar hal tersebut, jelas kami jadi bingung, karena tidak punya persiapan untuk opname. Akhirnya aku bertanya, apakah akan ada treatment tertentu pada malam itu yang akan diberikan ke Sarah? Ternyata tidak ada. Kami pun meminta supaya diizinkan pulang dan mengatakan akan balik besok pagi sebelum dokter yang akan memeriksa Sarah tiba. Kami pun diizinkan pulang.

Tiba di rumah, setelah Sarah tidur, kami berembuk. Rupanya suami dan Mamakku tidak setuju Sarah menjalani pengobatan medis, karena toh selama ini Sarah sehat-sehat saja dengan mengkonsumsi obat homeopathy. Mamak khawatir melihat efek kemoterapi pada pasien-pasien kanker, Mamak bilang, “mereka hidup, tapi sudah tidak seperti manusia normal lagi”. Begitulah efek kemoterapi yang saat itu masih sangat asing kedengaran di telingaku, bahwa kemoterapi selain akan menyebabkan penderita kanker jadi botak, juga jadi rusak otaknya, hingga menjadi seperti orang yang cacat mental. 

Paginya, suamiku mulai mencari alamat pengobatan homeopathy di Adelaide melalui internet, karena Sarah tidak menunjukkan tanda-tanda akan sembuh. Aku pun mulai menelpon beberapa klinik tersebut. Namun semuanya minta aku membuat appointment dulu, karena pasien mereka pada hari itu sudah penuh. Kujawab, anakku tidak bisa menunggu appointment yang dijadwalkan hari Senin. Dalam kebingungan hendak kemana mencari obat untuk Sarah, tiba-tiba HP ku berdering, ternyata salah satu klinik homeopathy yang kuhubungi sebelumnya. Suara di seberang mengatakan aku boleh membawa Sarah ke kliniknya pada pukul 12 siang itu, Alhamdulillah…  

Setelah mengkonsumsi obat homeopathy, mata Sarah yang bengkak mulai menipis. Sementara itu, karena data Sarah sudah di record di WCH, akupun ditelpon oleh pihak RS. Kujawab, bahwa kami tidak jadi bawa Sarah ke RS, ditanya lagi, apakah aku mau dibuatkan jadwal scan yang baru? Aku jawab tidak perlu karena Sarah sudah ada obat. Ternyata, panggilan telpon dari WCH tidak berhenti di situ…

Seninnya, pakar mata yang sedianya akan menangani Sarah menelponku, jelas sekali dia sangat gusar dengan keputusan kami yang tidak mau membawa Sarah ke RS, hingga ia mengatakan, “Do you realize that you’re gonna kill your daughter?!” akhirnya pembicaraan di telpon kuakhiri dengan mengatakan bahwa aku akan mendiskusikan lagi dengan keluarga tentang Sarah. 

Esok hari, Selasa, kembali nomor tak dikenal menghubungiku, namun baterai hp terlanjur mati sebelum hp sempat kuangkat. Rabu siang, ketika aku sedang berwudhu untuk shalat Dhuhur, tiba-tiba suamiku mengetuk pintu kamar mandi, mengatakan ada bule datang, sambil menyodorkan jilbab untuk kukenakan. Ternyata, mereka dari Family South Australia (SA). Mereka datang karena mendapat laporan tentang keadaan Sarah. Aku dan Mamak yang guru bahasa Inggris, mencoba menjelaskan pada mereka, yang terdiri dari seorang perempuan, laki-laki yang sudah tua, dan laki-laki yang berbadan seperti algojo, bahwa Sarah sudah banyak peningkatan. Kutunjukkan foto Sarah dengan mata bengkak lima hari sebelumnya, dan yang bisa mereka lihat sendiri pada hari itu, sudah tidak bengkak lagi, sebuah progress yang sangat cepat. Namun, si perempuan sebagai juru bicara menjelaskan dengan suara perlahan tapi tegas, bahwa kami tetap harus membawa Sarah ke WCH, kalau tidak, terpaksa Sarah mereka ambil paksa dan akan mereka tangani. Tidak ada jalan lain, kami pun akhirnya menuruti permintaan mereka dengan mengatakan bahwa kami butuh waktu sebentar untuk shalat dan akan menyusul mereka ke WCH. 

No comments:

Post a Comment