Sementara
menunggu obat tiba, Sarah tampak seperti mulai meriang, tapi tidak rewel, mata
sebelah kanannya dari hari ke sehari membengkak. Awalnya kami membawanya ke
dokter umum, karena berharap Sarah hanya demam biasa.
Hari
Kamis minggu itu, Mamakku datang dari Banda Aceh, karena akan menungguiku
melahirkan anak kedua kami, di liburan musim panas. Siang itu, setelah berembuk dengan Mamak, kami
membawa Sarah ke Flinders Hospital. Tiba di sana, kuceritakan sakit yang
diderita Sarah, lalu untuk memastikan, mereka membalut Sarah dengan kain putih
besar dan mengikatnya, karena Sarah pastinya meronta, walaupun kami yang di
sisinya berusaha menenangkan. Setelah diteliti, dokter yang memeriksa merujuk
kami untuk membawa Sarah berobat di Women and Children Hospital (WCH) yang
terletak di pusat kota Adelaide dan berjarak sekitar 30 menit dari rumah kami.
Sore
itu, tiba di WCH, kuberi penjelasan yang sama seperti yang kuberikan di
Flinders hospital, dan kembali Sarah dibalut dengan kain putih. Tak tega
rasanya, tapi memang harus begitu prosedurnya… Lalu dokter meminta kami untuk
menginap di RS malam itu juga, supaya besoknya mata Sarah bisa discan.
Mendengar hal tersebut, jelas kami jadi bingung, karena tidak punya persiapan
untuk opname. Akhirnya aku bertanya, apakah akan ada treatment tertentu pada malam itu yang akan diberikan ke Sarah?
Ternyata tidak ada. Kami pun meminta supaya diizinkan pulang dan mengatakan
akan balik besok pagi sebelum dokter yang akan memeriksa Sarah tiba. Kami pun
diizinkan pulang.
Tiba
di rumah, setelah Sarah tidur, kami berembuk. Rupanya suami dan Mamakku tidak
setuju Sarah menjalani pengobatan medis, karena toh selama ini Sarah
sehat-sehat saja dengan mengkonsumsi obat homeopathy. Mamak khawatir melihat
efek kemoterapi pada pasien-pasien kanker, Mamak bilang, “mereka hidup, tapi
sudah tidak seperti manusia normal lagi”. Begitulah efek kemoterapi yang saat
itu masih sangat asing kedengaran di telingaku, bahwa kemoterapi selain akan
menyebabkan penderita kanker jadi botak, juga jadi rusak otaknya, hingga
menjadi seperti orang yang cacat mental.
Paginya,
suamiku mulai mencari alamat pengobatan homeopathy di Adelaide melalui
internet, karena Sarah tidak menunjukkan tanda-tanda akan sembuh. Aku pun mulai
menelpon beberapa klinik tersebut. Namun semuanya minta aku membuat appointment
dulu, karena pasien mereka pada hari itu sudah penuh. Kujawab, anakku tidak
bisa menunggu appointment yang dijadwalkan hari Senin. Dalam kebingungan hendak
kemana mencari obat untuk Sarah, tiba-tiba HP ku berdering, ternyata salah satu
klinik homeopathy yang kuhubungi sebelumnya. Suara di seberang mengatakan aku
boleh membawa Sarah ke kliniknya pada pukul 12 siang itu, Alhamdulillah…
Setelah
mengkonsumsi obat homeopathy, mata Sarah yang bengkak mulai menipis. Sementara
itu, karena data Sarah sudah di record
di WCH, akupun ditelpon oleh pihak RS. Kujawab, bahwa kami tidak jadi bawa
Sarah ke RS, ditanya lagi, apakah aku mau dibuatkan jadwal scan yang baru? Aku
jawab tidak perlu karena Sarah sudah ada obat. Ternyata, panggilan telpon dari
WCH tidak berhenti di situ…
Seninnya,
pakar mata yang sedianya akan menangani Sarah menelponku, jelas sekali dia
sangat gusar dengan keputusan kami yang tidak mau membawa Sarah ke RS, hingga
ia mengatakan, “Do you realize that you’re gonna kill your daughter?!” akhirnya
pembicaraan di telpon kuakhiri dengan mengatakan bahwa aku akan mendiskusikan
lagi dengan keluarga tentang Sarah.
Esok
hari, Selasa, kembali nomor tak dikenal menghubungiku, namun baterai hp
terlanjur mati sebelum hp sempat kuangkat. Rabu siang, ketika aku sedang
berwudhu untuk shalat Dhuhur, tiba-tiba suamiku mengetuk pintu kamar mandi,
mengatakan ada bule datang, sambil menyodorkan jilbab untuk kukenakan.
Ternyata, mereka dari Family South Australia (SA). Mereka datang karena
mendapat laporan tentang keadaan Sarah. Aku dan Mamak yang guru bahasa Inggris,
mencoba menjelaskan pada mereka, yang terdiri dari seorang perempuan, laki-laki
yang sudah tua, dan laki-laki yang berbadan seperti algojo, bahwa Sarah sudah
banyak peningkatan. Kutunjukkan foto Sarah dengan mata bengkak lima hari
sebelumnya, dan yang bisa mereka lihat sendiri pada hari itu, sudah tidak
bengkak lagi, sebuah progress yang
sangat cepat. Namun, si perempuan sebagai juru bicara menjelaskan dengan suara
perlahan tapi tegas, bahwa kami tetap harus membawa Sarah ke WCH, kalau tidak,
terpaksa Sarah mereka ambil paksa dan akan mereka tangani. Tidak ada jalan
lain, kami pun akhirnya menuruti permintaan mereka dengan mengatakan bahwa kami
butuh waktu sebentar untuk shalat dan akan menyusul mereka ke WCH.
No comments:
Post a Comment