Kembali
ke Aceh, aku menjalani hari-hari seperti biasa, merawat Sarah yang sudah sehat
dan ceria seperti anak lainnya walaupun mata kanannya berwarna merah bercampur
biru dan hitam, juga mengajar di program studi kami sebagai dosen muda. Maret
2007, obat Homeopathy Sarah hampir
habis. Oleh mertuaku, kami dianjurkan kembali lagi ke Kuala Lumpur, selain
mengambil obat tambahan, Sarah juga perlu di cek-up. Namun selanjutnya kami
hanya minta pakcik yang di Kuala Lumpur untuk mengirim obat homeopathy tiap dua bulan, sehingga kami
tidak perlu ke Kuala Lumpur, yang tentunya menghabiskan biaya yang tidak kami
miliki. Selama ini kami bolak-balik Kuala Lumpur dengan dukungan finansial dari
keluarga besar kami, karena saat itu, hanya Sarah satu-satunya cucu dari pihak
keluargaku dan keluarga suami, jadi bisa dikatakan kasih sayang memang sepenuhnya tercurah untuk Sarah.
Akhir
Mei 2006, aku yang rencananya berangkat ke Australia bersama suami dan anak
kami, terpaksa berangkat hanya bersama teman-teman dengan universitas tujuan
yang sama, Flinders University. Hal ini dikarenakan sulitnya memperoleh
akomodasi untuk kami sekeluarga. Teman yang mau memberikan tempat tinggal
sementara, hanya mau menerima studentnya, dan aku bisa memahami privasi mereka.
Teman dari Aceh yang sudah duluan tinggal di Adelaide juga menganjurkan aku
berangkat sendiri dulu, karena saat itu musim dingin, dan dia khawatir Sarah
akan sakit karena perubahan cuaca.
Aku lalu
berangkat ke Jakarta ditemani suami. Sangat berat rasa hatiku meninggalkan
Sarah walaupun penyakit kanker seolah tidak mengganaskan diri. Saat itu Sarah
sedang mencret, mungkin karena terlalu banyak mengkonsumsi Semangka, karena ada
yang mengatakan, kalau Semangka tidak boleh dikonsumsi oleh bayi yang minum
susu formula. Entahlah benar atau tidak, kalaupun benar, tidak ada yang
melarang Sarah makan Semangka sebelumya, dan aku juga tidak tau tentang
pantangan itu. Sarah juga mulai kubiasakan minum susu karena aku juga mulai
mengandung adiknya, dan ada yang mengatakan Sarah mencret karena masih menyusui
sedangkan aku sudah mengandung bayi lagi. Entahlah, yang jelas malam sebelum
aku berangkat, hampir saja Sarah diinfus… untungnya ketika Mantri langganan
keluarga datang untuk pasang infus, Sarah sudah tidur, dan pak Mantri tidak
jadi pasang infusnya. Esoknya Sarah tampak agak baikan, aku pun diam-diam
berangkat dengan diantar keluargaku, dan Sarah kutitipkan pada Fitri, adik yang
tinggal di rumah Mamakku… Terima kasih Fitri… Sampai tulisan ini kuketik,
airmata masih menganak sungai di mataku… seperti pada hari aku meninggalkan
Sarah…
Aku
dan suami sempat berada di Jakarta lima hari untuk keperluan membeli jaket
musim dingin, juga membeli baju bayi, untuk persiapan kelahiran anak kami yang
kedua yang diperkirakan akan lahir pada bulan Desember, ketika musim panas di
Australia. Untuk membeli perlengkapan bayi dalam dollar Australia pastilah
mahal, karena itu aku membelinya di pasar kaget di Mampang, pasar langganan
kami ketika tinggal di Jakarta selama training di tahun sebelumnya. Selama di
Jakarta, aku terus menghubungi Mamak di Aceh, menanyakan kabar keluarga,
sekaligus menanyakan kondisi Sarah, Alhamdulillah Sarah semakin hari semakin
sehat.
Setelah
memperoleh visa, aku diantar suami ke bandara Soekarno-Hatta, karena malam itu
aku akan berangkat ke Adelaide. Setelah kepergianku dengan menumpang pesawat
Qantas yang tiketnya sudah dibeli pihak sponsor, suamiku melewatkan malam di
bandara dalam suasana hati yang sepi… Itu kali pertama kami berpisah untuk
waktu yang tidak ditentukan… Esok harinya, pukul 06.00 pagi suamiku sudah
terbang kembali ke Banda Aceh, dan itu melegakanku, karena Sarah kembali
bersama abinya.
No comments:
Post a Comment