Monday, 9 January 2017

Kuliah S2: Diantara Perjuangan Merawat Bayi dan Anak yang Mengidap Retinoblastoma (Part 3)



Kembali ke Aceh, aku menjalani hari-hari seperti biasa, merawat Sarah yang sudah sehat dan ceria seperti anak lainnya walaupun mata kanannya berwarna merah bercampur biru dan hitam, juga mengajar di program studi kami sebagai dosen muda. Maret 2007, obat Homeopathy Sarah hampir habis. Oleh mertuaku, kami dianjurkan kembali lagi ke Kuala Lumpur, selain mengambil obat tambahan, Sarah juga perlu di cek-up. Namun selanjutnya kami hanya minta pakcik yang di Kuala Lumpur untuk mengirim obat homeopathy tiap dua bulan, sehingga kami tidak perlu ke Kuala Lumpur, yang tentunya menghabiskan biaya yang tidak kami miliki. Selama ini kami bolak-balik Kuala Lumpur dengan dukungan finansial dari keluarga besar kami, karena saat itu, hanya Sarah satu-satunya cucu dari pihak keluargaku dan keluarga suami, jadi bisa dikatakan kasih sayang memang sepenuhnya tercurah untuk Sarah. 

Akhir Mei 2006, aku yang rencananya berangkat ke Australia bersama suami dan anak kami, terpaksa berangkat hanya bersama teman-teman dengan universitas tujuan yang sama, Flinders University. Hal ini dikarenakan sulitnya memperoleh akomodasi untuk kami sekeluarga. Teman yang mau memberikan tempat tinggal sementara, hanya mau menerima studentnya, dan aku bisa memahami privasi mereka. Teman dari Aceh yang sudah duluan tinggal di Adelaide juga menganjurkan aku berangkat sendiri dulu, karena saat itu musim dingin, dan dia khawatir Sarah akan sakit karena perubahan cuaca. 

Aku lalu berangkat ke Jakarta ditemani suami. Sangat berat rasa hatiku meninggalkan Sarah walaupun penyakit kanker seolah tidak mengganaskan diri. Saat itu Sarah sedang mencret, mungkin karena terlalu banyak mengkonsumsi Semangka, karena ada yang mengatakan, kalau Semangka tidak boleh dikonsumsi oleh bayi yang minum susu formula. Entahlah benar atau tidak, kalaupun benar, tidak ada yang melarang Sarah makan Semangka sebelumya, dan aku juga tidak tau tentang pantangan itu. Sarah juga mulai kubiasakan minum susu karena aku juga mulai mengandung adiknya, dan ada yang mengatakan Sarah mencret karena masih menyusui sedangkan aku sudah mengandung bayi lagi. Entahlah, yang jelas malam sebelum aku berangkat, hampir saja Sarah diinfus… untungnya ketika Mantri langganan keluarga datang untuk pasang infus, Sarah sudah tidur, dan pak Mantri tidak jadi pasang infusnya. Esoknya Sarah tampak agak baikan, aku pun diam-diam berangkat dengan diantar keluargaku, dan Sarah kutitipkan pada Fitri, adik yang tinggal di rumah Mamakku… Terima kasih Fitri… Sampai tulisan ini kuketik, airmata masih menganak sungai di mataku… seperti pada hari aku meninggalkan Sarah…

Aku dan suami sempat berada di Jakarta lima hari untuk keperluan membeli jaket musim dingin, juga membeli baju bayi, untuk persiapan kelahiran anak kami yang kedua yang diperkirakan akan lahir pada bulan Desember, ketika musim panas di Australia. Untuk membeli perlengkapan bayi dalam dollar Australia pastilah mahal, karena itu aku membelinya di pasar kaget di Mampang, pasar langganan kami ketika tinggal di Jakarta selama training di tahun sebelumnya. Selama di Jakarta, aku terus menghubungi Mamak di Aceh, menanyakan kabar keluarga, sekaligus menanyakan kondisi Sarah, Alhamdulillah Sarah semakin hari semakin sehat. 

Setelah memperoleh visa, aku diantar suami ke bandara Soekarno-Hatta, karena malam itu aku akan berangkat ke Adelaide. Setelah kepergianku dengan menumpang pesawat Qantas yang tiketnya sudah dibeli pihak sponsor, suamiku melewatkan malam di bandara dalam suasana hati yang sepi… Itu kali pertama kami berpisah untuk waktu yang tidak ditentukan… Esok harinya, pukul 06.00 pagi suamiku sudah terbang kembali ke Banda Aceh, dan itu melegakanku, karena Sarah kembali bersama abinya.

No comments:

Post a Comment