Sunday, 8 January 2017

Kuliah S2: Diantara Perjuangan Merawat Bayi dan Anak yang Mengidap Retinoblastoma (Part 2)



Setelah anak kami divonis mengidap Retinoblastoma, akhir minggu itu, kami langsung ke Medan. Di RS, oleh dokter, mata Sarah di-USG, dari hasil USG tampak bahwa mata kanannya memang tidak berfungsi lagi, tidak ada garis batas antara bola mata hitam dan putih, hanya garis-garis tak beraturan. Sementara mata sebelah kiri Alhamdulillah normal. Oleh Dokter, Sarah dianjurkan segera rawat inap untuk diangkat bola mata kanannya dan menjalani perawatan kemoterapi sekitar 6 bulan. Aku dan suami saling pandang, akhirnya kami putuskan untuk pulang dan berdiskusi dengan keluarga besar dulu. Kami galau, pasangan muda yang baru punya bayi dan divonis mengidap retinoblastoma, alias kanker mata. Seakan tak percaya bahwa bayi pun bisa mengidap kanker. Dalam becak yang mengantar kami pulang dari RS ke rumah nenekku di Medan Timur, aku menangis…
Sore hari itu, atas anjuran seorang teman, kami membawa Sarah ke pengobatan herbal homeopathy. Malamnya kami putuskan langsung pulang ke Banda Aceh. Selama di Banda Aceh, suamiku aktif mencari tau tentang penyakit yang diderita anak kami melalui internet, juga mencari tau tentang pengobatan alternatif homeopathy. Waktu itu kami juga mengurus paspor, walaupun aku sendiri sedang mengurus paspor dinas, karena dari awal 2005 aku sudah berstatus dosen di FKIP Unsyiah, namun aku juga membuat paspor hijau, karena saat itu suamiku sudah berencana membawa anak kami berobat ke pengobatan homeopathy  di Kuala Lumpur.
Dua minggu setelah kembali dari Medan, tiba-tiba mata Sarah membengkak dan dia terus mengeluh, tak bisa membuka mata, terang saja kami panik, langsung kami mencari tiket pesawat ke Medan dan berangkat siang itu juga. Aku ingat, hari itu tanggal 6 Desember, hari ulang tahunku… Sorenya kami kembali ke pengobatan homeopathy di Medan. Ternyata kata pakar herbal tersebut, dosis obat yang kami berikan terlalu sedikit. Terus terang dosis yang disebutkan memang kurang jelas, hanya disebutkan sejumput sambil memberi contoh dengan pinset. Kami memutuskan untuk segera berangkat ke Kuala Lumpur esok harinya, karena walaupun kami berikan obat herbal tersebut, tapi putri kami terus-terusan merasa tidak nyaman. Dia baru bisa tidur ketika sudah tengah malam dengan bersandar pada suamiku yang dalam posisi bersandar setengah tidur, untunglah suamiku sangat sabar…
Esok paginya, kami langsung terbang ke Kuala Lumpur. Alhamdulillah di Kuala Lumpur ada pakcik suamiku dan keluarganya yang baik hati. Sore itu juga kami diantar ke dokter spesialis mata dan biaya pemeriksaan sebesar RM 200, beliau bayar. Oleh dokter tersebut, lagi-lagi kami diminta segera mebawa anak kami ke hospital besar atau RSU. Namun karena kami masih enggan Sarah yang baru berumur 5.5 bulan menjalani perawatan kemoterapi, maka sesuai niat, kami meneruskan perjalanan mencari alamat pengobatan homeopathy  yang diperoleh suamiku di internet. Setiba di tempat tersebut, pakar herbalnya sedang tidak berada di tempat dan akan kembali ke KL dua hari kemudian atau pada hari Sabtu. Selama dua hari itu kami terus memberikan obat homeopathy pada bayi mungil kami. Ya, mungil, karena dia lahir dengan berat badan 2.6 kg, bulan pertama naik 1 kg, bulan kedua hanya 6 ons, dan bulan-bulan berikutnya tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan. Alhamdulillah dia tidak mengeluh lagi walaupun mata kanannya masih bengkak.
Sabtu itu juga, kami kembali membawa anak kami menemui pakar homeopathy. Oleh beliau, anak kami diberikan obat tetes di mulut. Alhamdulillah Sarah suka obat-obat homeopathy, karena rasanya enak, manisJ. Sabtu depannya kami kembali ke pakar homeopathy  tersebut untuk cek-up. Alhamdulillah anak kami menunjukkan perkembangan kesehatan yang signifikan. Matanya hampir tidak bengkak lagi, merah di mata juga berkurang. Sebenarnya kami berencana hanya tinggal satu minggu di Kuala Lumpur, namun oleh pakar Homeopathy  tersebut, kami diminta tinggal hingga habis masa visa, yaitu sebulan, untuk melakukan regular cek-up. Alhamdulillah setelah 2 minggu mengkonsumsi obat tetes, selanjutnya Sarah hanya diberikan obat tablet kecil yang dihancurkan pakai sendok karena Sarah belum punya gigi. Tablet tersebut juga rasanya manis. Setelah satu bulan di Kuala Lumpur, kami pulang ke Aceh dengan membawa bekal obat untuk dikonsumsi selama dua bulan. Saat di Kuala Lumpur aku sudah menelpon ke IALF Jakarta, menceritakan kondisi keluargaku dan minta ditunda keberangkatanku ke Australia. Permintaanku dikabulkan dan aku diberi waktu 6 bulan untuk menunda keberangkatan.

3 comments:

  1. Halo Kak Dian...Aini baru tahu Kakak adik almarhumah Kak Diana. Salam kenal, Aini di FLP Aceh juga, cuma nggak sempat ketemu almarhumah. Berbagai rasa nih, kalau sudah mampir dan membaca tulisan Kak Dian. Semoga bisa ketemu langsung someday ya...

    ReplyDelete