Setelah
anak kami divonis mengidap Retinoblastoma, akhir minggu itu, kami langsung ke
Medan. Di RS, oleh dokter, mata Sarah di-USG, dari hasil USG tampak bahwa mata
kanannya memang tidak berfungsi lagi, tidak ada garis batas antara bola mata
hitam dan putih, hanya garis-garis tak beraturan. Sementara mata sebelah kiri
Alhamdulillah normal. Oleh Dokter, Sarah dianjurkan segera rawat inap untuk
diangkat bola mata kanannya dan menjalani perawatan kemoterapi sekitar 6 bulan.
Aku dan suami saling pandang, akhirnya kami putuskan untuk pulang dan
berdiskusi dengan keluarga besar dulu. Kami galau, pasangan muda yang baru
punya bayi dan divonis mengidap retinoblastoma,
alias kanker mata. Seakan tak percaya bahwa bayi pun bisa mengidap kanker.
Dalam becak yang mengantar kami pulang dari RS ke rumah nenekku di Medan Timur,
aku menangis…
Sore
hari itu, atas anjuran seorang teman, kami membawa Sarah ke pengobatan herbal homeopathy. Malamnya kami putuskan
langsung pulang ke Banda Aceh. Selama di Banda Aceh, suamiku aktif mencari tau
tentang penyakit yang diderita anak kami melalui internet, juga mencari tau
tentang pengobatan alternatif homeopathy. Waktu
itu kami juga mengurus paspor, walaupun aku sendiri sedang mengurus paspor
dinas, karena dari awal 2005 aku sudah berstatus dosen di FKIP Unsyiah, namun
aku juga membuat paspor hijau, karena saat itu suamiku sudah berencana membawa
anak kami berobat ke pengobatan homeopathy
di Kuala Lumpur.
Dua
minggu setelah kembali dari Medan, tiba-tiba mata Sarah membengkak dan dia
terus mengeluh, tak bisa membuka mata, terang saja kami panik, langsung kami
mencari tiket pesawat ke Medan dan berangkat siang itu juga. Aku ingat, hari
itu tanggal 6 Desember, hari ulang tahunku… Sorenya kami kembali ke pengobatan homeopathy di Medan. Ternyata kata pakar
herbal tersebut, dosis obat yang kami berikan terlalu sedikit. Terus terang
dosis yang disebutkan memang kurang jelas, hanya disebutkan sejumput sambil
memberi contoh dengan pinset. Kami memutuskan untuk segera berangkat ke Kuala
Lumpur esok harinya, karena walaupun kami berikan obat herbal tersebut, tapi
putri kami terus-terusan merasa tidak nyaman. Dia baru bisa tidur ketika sudah
tengah malam dengan bersandar pada suamiku yang dalam posisi bersandar setengah
tidur, untunglah suamiku sangat sabar…
Esok
paginya, kami langsung terbang ke Kuala Lumpur. Alhamdulillah di Kuala Lumpur
ada pakcik suamiku dan keluarganya yang baik hati. Sore itu juga kami diantar
ke dokter spesialis mata dan biaya pemeriksaan sebesar RM 200, beliau bayar.
Oleh dokter tersebut, lagi-lagi kami diminta segera mebawa anak kami ke hospital besar atau RSU. Namun karena kami
masih enggan Sarah yang baru berumur 5.5 bulan menjalani perawatan kemoterapi,
maka sesuai niat, kami meneruskan perjalanan mencari alamat pengobatan homeopathy yang diperoleh suamiku di internet. Setiba di
tempat tersebut, pakar herbalnya sedang tidak berada di tempat dan akan kembali
ke KL dua hari kemudian atau pada hari Sabtu. Selama dua hari itu kami terus
memberikan obat homeopathy pada bayi
mungil kami. Ya, mungil, karena dia lahir dengan berat badan 2.6 kg, bulan
pertama naik 1 kg, bulan kedua hanya 6 ons, dan bulan-bulan berikutnya tidak
menunjukkan perkembangan yang signifikan. Alhamdulillah dia tidak mengeluh lagi
walaupun mata kanannya masih bengkak.
Sabtu
itu juga, kami kembali membawa anak kami menemui pakar homeopathy. Oleh beliau, anak kami diberikan obat tetes di mulut.
Alhamdulillah Sarah suka obat-obat homeopathy,
karena rasanya enak, manisJ. Sabtu depannya kami kembali
ke pakar homeopathy tersebut untuk cek-up. Alhamdulillah anak kami
menunjukkan perkembangan kesehatan yang signifikan. Matanya hampir tidak
bengkak lagi, merah di mata juga berkurang. Sebenarnya kami berencana hanya
tinggal satu minggu di Kuala Lumpur, namun oleh pakar Homeopathy tersebut, kami
diminta tinggal hingga habis masa visa, yaitu sebulan, untuk melakukan regular cek-up. Alhamdulillah setelah 2
minggu mengkonsumsi obat tetes, selanjutnya Sarah hanya diberikan obat tablet
kecil yang dihancurkan pakai sendok karena Sarah belum punya gigi. Tablet
tersebut juga rasanya manis. Setelah satu bulan di Kuala Lumpur, kami pulang ke
Aceh dengan membawa bekal obat untuk dikonsumsi selama dua bulan. Saat di Kuala
Lumpur aku sudah menelpon ke IALF Jakarta, menceritakan kondisi keluargaku dan
minta ditunda keberangkatanku ke Australia. Permintaanku dikabulkan dan aku
diberi waktu 6 bulan untuk menunda keberangkatan.
Bagian 3 mana kak
ReplyDeleteKlik di home di bawah ini
ReplyDeleteHalo Kak Dian...Aini baru tahu Kakak adik almarhumah Kak Diana. Salam kenal, Aini di FLP Aceh juga, cuma nggak sempat ketemu almarhumah. Berbagai rasa nih, kalau sudah mampir dan membaca tulisan Kak Dian. Semoga bisa ketemu langsung someday ya...
ReplyDelete