Wednesday, 18 January 2017

Kuliah S2: Diantara Perjuangan Merawat Bayi dan Anak yang Mengidap Retinoblastoma (Part 7)



Sementara itu, di penghujung Juli, Sarah mulai tampak kurang ceria, dan wajahnya sembab, agak bengkak. Awal Agustus, dengan berbekal hutang dari teman-teman yang berasal dari Aceh, kami sekeluarga terbang menuju Kuala Lumpur, menginap di rumah pakcik, untuk kemudian diantar ke Penang. Di Kuala Lumpur, ayah mertua dan adik laki-laki suami yang bungsu telah tiba di rumah pakcik untuk bertemu dengan kami karena kami memang tidak berencana kembali ke Aceh karena keadaan yang memang bukan dalam masa libur semester. Kami ke Penang diantar oleh pakcik dengan kendaraan pribadinya. Tiba di Penang, setelah berkonsultasi dan membeli obat, kami lantas kembali ke Kuala Lumpur. Sekitar delapan hari di Kuala Lumpur, kami kembali ke Adelaide. 

Beberapa hari di Adelaide, aku membawa Sarah untuk cek up mata palsunya. Namun, karena sekitar mata kanan Sarah mulai membiru, oleh Peter, yang membuat dan mencek up mata Sarah, aku disarankan segera melapor ke WCH. Dia khawatir ada darah yang membeku di sekitar mata Sarah. Aku menuruti anjurannya. Di WCH, kembali aku membuat appointment untuk scan mata Sarah. 

Saat itu sudah menjelang akhirAgustus, ketika mata Sarah kembali di scan, dan kali ini kakinya yang sebelah kiri juga di x-ray,  karena mulai membengkak. Sesekali memang Sarah mengeluh kakinya sakit. Sekitar lima hari setelah itu, kami sekeluarga ke WCH, untuk mendengar penjelasan hasil scan dan x-ray. Ternyata sesuatu yang sangat tidak kuharapkan: Dokter menyerah!, kanker dalam tubuh Sarah sudah menjalar ke kakinya. Tak kuasa aku menahan tangis sambil menatap Sarah yang juga tidak lagi ceria. 

Keesokan hari, aku bersama adik Sarah yang masih berumur delapan bulan dan masih tidur dalam baby trolley, menuju ke ruang international office di Flinders University, setelah sebelumnya membuat appointment melalui email. Kujelaskan kondisi Sarah, dan keinginanku untuk mengambil cuti satu semester karena akan membawa Sarah pulang ke BandaAceh untuk menunggui ajalnya. Aku juga bertanya apakah akan ada bantuan biaya untuk tiket pesawat kami. Oleh pihak international office, mereka mengatakan aku tidak perlu mengurus apapun yang berhubungan dengan kuliah, karena akan mereka tangani. Sedangkan untuk tiket pulang, pihak sponsor, yaitu ADS, tidak memiliki alokasi dana untuk kasus seperti yang kualami, tapi mereka akan menghubungi pihak asuransi.

Pulang ke rumah, suamiku mengatakan sebaiknya kami segera pulang ke Aceh, dan dia sudah mencek harga tiket pesawat Malaysian Airlines yang sedang promo untuk Selasa minggu berikutnya, hanya AUD $1500 untuk kami sekeluarga. Segera kutelpon Bapak, menjelaskan kondisi Sarah dan kondisi keuangan kami. Alhamdulillah Bapak mengatakan akan segera mentransfer uang untuk biaya tiket. Ternyata kemudahan urusan dan rezeki terus berdatangan. Yayasan kanker melalui Sue, Social Worker yang bertugas di bagian kanker di WCH, menghubungi kami dan mengatakan akan membayar tiket kami. 

Tak lama, aku mendapat telpon dari pihak asuransi yang mengatakan akan membayar tiket pulang juga. Lalu dengan jujur kukatakan bahwa tiket kami sudah ditanggung pihak yayasan kanker. Namun officer di ujung telpon mengatakan bahwa dia akan menyampaikan hal itu pada bosnya. Selang sehari, pihak asuransi mengirim email mengatakan bahwa mereka akan tetap membayar tiket kami dengan cara mentransfer uang sejumlah biaya tiket ke rekeningku.

No comments:

Post a Comment