Friday, 20 January 2017

Kuliah S2: Diantara Perjuangan Merawat Bayi dan Anak yang Mengidap Retinoblastoma (Part 8-The End)



Sementara itu, satu-satunya teman yang mengetahui keadaan kami adalah Kak Uci, atau Cut Afrianandra, dosen di Fakultas Ekonomi UNSYIAH, yang juga teman yang selalu meng-update keadaan Sarah, karena memang kami sudah berteman dari masih training di IALF Jakarta. Juga karena Sarah dan anaknya, Rahil, hanya berjarak umur dua minggu saja, dan sama-sama lahir di Jakarta. Jadi dari awal memang segala persoalan, sering kuceritakan pada kak Uci yang sudah seperti kakak bagiku. Saat itu, aku berpesan pada kak Uci agar jangan menceritakan kesulitan yang sedang kami hadapi. Alasannya, kami sedang sibuk packing, dan kami mungkin tidak bisa menerima tamu dengan selayaknya. Namun, hati kak Uci tidak sanggup melihat keadaan kami, maka beliau pun curhat melalui email pada teman yang juga berasal dari Aceh, Bang Ardi.
Bang Ardi lalu mengambil kesimpulan, akan melakukan penggalangan dana usai jumatan di kampus. Subhanallah, saat itu juga terkumpul lebih dari AUD 1000. Teman-teman juga mulai berdatangan ke rumah kami, setelah sebelumnya minta izin untuk datang melalui telepon. Alhamdulillah…semuanya ikut menyumbang, malah ikut mengangkat furniture kami untuk disimpan sementara kami pulang ke Aceh di rumah Dwi, teman yang tinggal di apartemen yang sama, dan juga sering ambil mata kuliah yang sama denganku, karena Dwi juga dosen Bahasa Inggris di Pontianak. Kak Uci merasa bersalah dengan kehadiran teman-teman ke rumah kami, namun kami mengatakan bahwa langkah yang kak Uci ambil sudah tepat, kami benar-benar merasa memiliki keluarga besar di negri orang. 
Seminggu setelah vonis “tak tertolong lagi” itu, kami pun terbang pulang ke Aceh menumpangi Malaysian Airlines. Karena pesawat tiba di bandara KLIA malam hari, sedangkan pesawat Air Asia yang ke Aceh baru ada keesokan harinya, maka malam itu kami menginap semalam di rumah pakcik tempat kami menumpang saat pertama kali membawa Sarah berobat di Kuala Lumpur. 
Esoknya, tiba di kampung halaman, kami sudah disambut oleh keluarga tercinta.  Hari-hari di Aceh kami lalui dengan memberikan Sarah obat dari Dokter di Adelaide. Selain itu, kami juga memberi Sarah nasi diblender dan suplemen berupa cairan spirulina dan Klorofil. Saat itu Sarah tak mampu mengunyah makanan lagi, karena kankernya seolah sudah masuk ke mulut karena gigi-gigi Sarah sudah ada bagian yang agak terangkat. Sarah juga tampak lemah. Dengan dana dari teman-teman, Sarah kami belikan trolley atau kereta dorong, jadi kadang-kadang Sarah saya bawa jalan-jalan pagi di jalan sekitar rumah kami. Begitupun sore hari, kami tidurkan Sarah di trolley untuk didorong ke ruang tengah dan ruang tamu rumah kami. Jadi tidak di dalam kamar saja. 
Tepat empat minggu di Aceh, pada Senin, 6 oktober 2008 tengah malam, Sarah meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya… Kepergian Sarah kukabarkan pada dokter Sarah di Adelaide dan ia mengucapkan terima kasih karena aku telah menghubunginya.
Akhir Januari 2009, kami kembali ke Adelaide. Karena kami tidak lagi punya rumah, untuk sementara kami menumpang di rumah teman yang juga dari Aceh. Alhamdulillah, baru empat hari di Adelaide, Dwi, teman yang satu apartemen dengan kami menghubungi, katanya ada penyewa salah satu apartemen yang pindah. Segera kuhubungi Leo, landlord kami yang baik hati, mengatakan bahwa kami ingin kembali menempati apartemennya. Alhamdulillah dia langsung setuju. Maka setelah seminggu kami menumpang di rumah teman, kamipun kembali ke apartemen lama kami, namun kini tinggal di pintu no.4, sebelumnya di pintu no.11. 
Tidak lama kemudian, aku kembali menjalani hari-hari sebagai mahasiswa. Di akhir semester tiga, aku mulai pregnant lagi, untuk anak ketiga kami. Saat itu rumah kami sudah bertambah satu anggota, yaitu Faisal, mahasiswa jurusan Kelautan asal Aceh yang tinggal temporary di rumah kami. Sekitar empat bulan Faisal tinggal bersama kami, membuat kami merasa sudah seperti keluarga.
Akhirnya pada awal Desember 2009, kami pun berangkat pulang ke Aceh. Aku memutuskan tidak mengikuti wisuda yang dilaksanakan pada tanggal 16 Desember karena kehamilanku yang sudah memasuki usia 34 minggu. 
Sangat banyak kenanganku di Adelaide, terutama kenangan akan arti persahabatan dan rasa kekeluargaan… Jazakumullah khairan katsiiraa..Terima Kasih tak terhingga kuucapkan pada keluargaku, terutama Mamak yang senantiasa bersama kami, Bapak yang sangat concern dengan keadaan kami, terutama keadaan finansial, Pakcik Ali dan sekeluarga yang telah rela berkali-kali direpotkan dengan kehadiran kami di rumahnya, juga pada teman-temanku, semoga persahabatan ini terus berlanjut walaupun hanya bertemu di facebook…:D (part 8-end)

2 comments:

  1. masyaAllah perjuangan yg luar biasa.. semoga Allah memberikan yg terbaik pada kk dan surga kepada dik sarah Amiin

    ReplyDelete
  2. Terima kasih kontennya kak, sangat bermanfaat.. penulis benar-benar kreatif... thanks.

    EF Adults Kursus Bahasa Inggris Profesional

    ReplyDelete